“Behavior branding asks brands to do, not just say.
It demands brands to start demonstrating value.”
Di dunia manusia, peribahasa ‘don’t judge a book by its cover’ barangkali masih sangat sering digunakan untuk memotivasi pandangan (baca: sentimen) kita terhadap orang lain. Apa yang kita lihat dari orang lain seolah menentukan apa persepsi kita terhadapnya. Itu di dunia manusia, yang kadang menerima pesan tanpa konfirmasi. Dua pihak sangat mungkin tidak menjadi pihak aktif.
Berbeda dengan dunia brand; apa yang brand tampilkan belum tentu berbuah menjadi pandangan (baca: sentimen) utuh tentang brand tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan term ‘saat ini’; people won’t judge a brand by its cover, but by they want to know more than its cover. Kalau di dunia brand, pola komunikasi lebih dinamis karena brand dapat menyampaikan klarifikasi atau setidaknya terus berkomunikasi. Hilanglah peluang untuk salah paham.
Kalau membincang citra, inilah kesamaan (dunia) brand dan manusia. Sebelumnya, kita bahas dulu perbandingan brand behavior yang dulu dan yang sekarang.
from | to |
brands talk | brands speak, listen and do |
declare message or offer | being useful |
position like a marketer | act like a person |
stunt and seek media attention | authentic actions |
after-the-fact learning | experience and experiment |
philosophy around innovation | innovation in all-you-do |
Apa yang berubah? The brand behavior.
Kolom kiri menunjukkan behavior brand jaman dulu, kalau jaman sekarang ada di kolom kanan. Sebenarnya kapan sih berubahnya? Era perubahan berlangsung dalam waktu perlahan dan periode yang lama; ya, betul, salah satunya dengan peran teknologi. Behavior tidak hanya terbatas pada cara berkomunikasi si brand tersebut, tetapi juga tentang menumbuhkan perilaku-perilaku inner circle yang akhirnya menjadi kultur si brand tersebut. Seperti tagline salah satu minuman vitamin: healthy inside, fresh outside.
Why now?
Ayo kita kembali ke kolom kiri tabel di atas, masihkah relevan dengan masa sekarang? Kolom kiri tidak menyertakan keterlibatan si target komunikasi; kolom kanan menonjolkan peran sebagai bagian si target pasarnya. Brand sekarang tidak bisa hanya sekadar hadir di media sosial, tetapi brand sekarang harus bisa nih menjadi bagian dari ekosistem (media) sosial itu. Being exist.
Sama sih seperti filosofi dunia manusia; brand itu ada bukan dengan membuat semua orang (baca: pelanggan) bahagia, melainkan membuat si brand itu sendiri berguna di hidup mereka. Jawabannya ada di brand behavior.
Theresia Karninda