“Every human is a brand and every brand is human.” Chris Malone
Membincangkan perjalanan sebuah bisnis atau brand, tak ubahnya serupa dengan manusia dan perjalanannya. Siklusnya pun serupa. Kalau manusia, mulai dari tangisan pertama saat kelahiran hingga tangisan terakhir yang mengiringi kepergian adalah sebuah cerita. Nah, kalau brand, mulai dari tercetus sebagai sebuah ide hingga memiliki pelanggan loyal pun juga merupakan sebuah cerita. Masih ingat dari kecil kita selalu dibacakan cerita, mulai dari cerita nyata hingga cerita kira-kira. Storytelling sudah menjadi metode komunikasi yang fundamental selama ribuan tahun. Pun, brand yang dapat menciptakan dan berbagi cerita dengan baik adalah brand yang berhasil merebut hati pelanggannya. Bisa jadi, alasan emosional-lah yang berperan di balik buying decision kita; setelah terpapar cerita brand tersebut. Inilah kekuatan narasi brand kita. Biasanya, narasi cerita yang mampu menggaet engagement pelanggan adalah ketika brand dapat menggunakan perspektif pelanggan tersebut. Brands see the way their customers (will) do. Jika pelanggan dapat relate dengan cerita yang disampaikan brand tersebut, pelanggan akan cenderung dapat merasakan transformasi yang ditawarkan oleh produk brand. Brand adalah mindset yang kita tanam dan senantiasa rawat di benak pelanggan. Ada empat ranah yang disentuh oleh kekuatan sebuah cerita brand – dalam pembentukan mindset pelanggan.
#1 – Emotion
Ketika kita melihat iklan sebuah brand yang berkesan, tidak jarang kita akan bereaksi terhadap iklan tersebut. Entah karena kita merasa terharu, merasa sama dengan karakternya, atau bahkan mungkin ceritanya sama persis seperti yang pernah kita alami sehari-sehari. Tidak hanya otak kita yang aktif karena cerita dari brand tersebut, tetapi juga auditori, visual, sensori dan bagian motorik kita juga terpengaruh. Dengan kata lain, cerita brand yang baik berkontribusi dalam pembuatan keputusan kita untuk memilih sebuah brand – secara emosional.
#2 – Attention Brand
yang menciptakan cerita secara konstan akan mendapatkan atensi yang lebih dari pelanggannya. Hal ini karena pelanggan telah terbiasa terpapar oleh cerita brand tersebut sehingga menciptakan kedekatan dan craving for the next stories. Dan percaya atau tidak, narasi cerita brand yang baik mampu mempengaruhi hormon oksitosin yang kita miliki. Pelanggan jadi dengan sukarela untuk menunggu dan mengikuti cerita brand favoritnya.
#3 – Belief
Cerita yang mampu ‘mengunci’ pelanggan akan mendorong pelanggan untuk percaya pada hal yang sama dengan yang brand tawarkan. Inilah cikal dari mindset brand kita. Nah, dalam proses ini, konsistensi brand dalam menyelaraskan kepercayaan yang telah terbangun itu dengan layanan, tampilan dan semua aspek yang berkaitan dengan brand itu sendiri.
#4 – Memorability
Secara natural, kita akan lebih dekat dengan sesuatu karena kita berbagi memori yang sama secara berturut-turut. Brand yang dapat bercerita dengan baik akan mampu menjadi bagian dari memori kita, karena telah menjadi bagian dari pengalaman kita sebagai manusia. Kalau sudah begini, buying decision yang dibuat adalah no-brainer decision. Keputusan membelinya sudah dibuat pakai hati.
Theresia Karninda